Denpasar, netralpost– Sengketa lahan di kawasan elite Jalan Pemelisan Agung Nomor 9, Banjar Gundul, Desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Bali kembali memanas. Perseteruan muncul antara advokat yang dikenal bernama Nikolas Johan Kilikily, S.H., M.H., dengan mantan kliennya yang disebut sebagai pemilik lahan bernilai tinggi yakni Lenny Yuliana Tombokan.
Advokat yang diduga terlibat dalam Ormas besar tanah air dan mantan preman Tanah Abang itu disebut-sebut telah duduki lahan secara sepihak di saat kliennya terlibat masalah hukum dan tidak ada di tempat. Apakah ini setingan atau memang benar, namun ketika dikonfirmasi, Niko justru mencaci maki kliennya bahkan diduga ancam wartawan secara brutal.
Informasi yang dihimpun awak media, baik dari pihak Aparatur Desa, warga hingga beberapa sekuriti di lokasi sengketa membenarkan bahwa sengketa lahan semakin kompleks. Lokasi tersebut awalnya dikuasai oleh Lenny. Namun, ketika Lenny dikabarkan tersandung masalah hukum dan berada di luar negeri, Niko disebut mengambil alih properti.
Keberadaan pengacara yang terlibat dalam Ormas besar tanah air yang ditolak dan dikutuk keras masyarakat agar tidak masuk Bali, disebut-sebut sebagai bentuk kompensasi atas jasa hukum yang belum dibayar oleh kliennya mencapai belasan miliar. Isu keterlibatan Niko dengan organisasi massa (ormas) besar tanah air juga menjadi perhatian warga.
Tak sedikit yang merasa resah namun enggan bersuara terbuka karena khawatir dengan potensi tekanan keamanan. Konon katanya, keluarga Niko sudah tinggal atau menempati villa milik kliennya, namun sejauh ini belum ada laporan pemberitahuan sebagai warga yang menempati wilayah tersebut.
Menurut informasi diterima pihak desa dari sekuriti yang kerap mabuk-mabukan dan menghidupkan musik di pos depan, pemilik aset dinyatakan telah kalah gugatan perlawanan melawan BPN Badung saja. Di saat yang bersamaan wanita tersebut tersandung hukum yang membuatnya tidak bisa masuk ke Indonesia khususnya Bali untuk selama-lamanya.
"Angin segar itu, pengacaranya diduga ambil kesempatan lalu kuasai lokasi," bisik petugas ini. Ditambahkan, sebenarnya apapun itu sang pengacara harus tetap membela kliennya, terus melakukan upaya hukum pertahankan hak klien, bukan berhenti di tengah jalan, kemudian klaim jasa dan menempati harta orang.
"Ini sebatas informasi yang kami terima. Tetapi apapun yang terjadi sudah menjadi urusan Niko dan kliennya. Kami hanya amankan wilayah, menerima lalu mendata penduduk yang masuk dan berdiam di sini," singgungnya. Hal senada disampaikan warga setempat. Orang yang juga meminta identitasnya dirahasiakan karena takut berurusan ormas tanah air yang duduki lahan, beberapa kali diketahui bahwa diadakan acara di villa oleh kuasa hukum tersebut bersama keluarga.
Warga menduga, lokasi sengketa sudah jadi milik Niko. "Terus terang, kami tidak tahu. Apakah ini setingan atau benar. Setahu warga sengketa lahan masih bergulir, walaupun dikabarkan Ibu Lenny sempat kalah di persidangan, tapi masih ada upaya hukum selanjutnya sebenarnya," tutup sumur warga.
Kemudian salah satu sekuriti yang ditemui kawasan lokasi menyatakan hal yang sama. Kini, lokasi sudah ditempati senior mereka bersama istri anak, lantaran pemilik lahan memiliki banyak hutang. "Ya benar, bulan ini kami belum mendapat gaji dari ibu. Sehingga kami lakukan apa yang menjadi arahan kak Niko," pungkasnya. Dikonfirmasi terpisah, pengacara Nikolas Johan Kilikily, S.H., M.H., atau yang akrab disapa Niko, buka suara.
Niko mengungkapkan bahwa kliennya tidak membayar jasa hukum selama menangani perkara sengketa lahan, padahal dirinya telah membantu. Termasuk meminjamkan dana pribadi untuk kepentingan perkara yang telah berproses hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung. “Saya bantu dari awal, bahkan pinjamkan uang untuk perkara itu. Tapi malah orang meminjamkan uang dipermasalahkan. Dia sudah kalah di semua tingkatan, baik di PTUN, sampai Kasasi,” tegas Niko.
Upaya eksekusi oleh pihak lawan belum dapat dilakukan, sejatinya lokasi masih dijaga oleh pihak keamanan yang disebut-sebut anak buahnya. “Sekuriti masih jaga di sana, dan mereka menunggu pembayaran dari pemilik lahan,” cetus Niko. Tak hanya urusan lahan, Niko juga menyoroti keberadaan dua unit kendaraan Honda CRV dan Suzuki APV yang sebelumnya diduga digadaikan. Menurut Niko, ia telah menebus kendaraan tersebut sebesar Rp 80 juta.
Kini, kendaraan itu justru ditarik oleh leasing karena diduga tidak dibayar cicilannya. “Mobil itu bahkan sempat digunakan oleh kakaknya, padahal awalnya dijanjikan untuk operasional kerja. Sekarang leasing sudah tarik karena cicilan tidak dibayar,” tambahnya. Sayangnya, suasana wawancara dengan awak media mendadak berubah panas.
Niko yang awalnya kooperatif walaupun sempat caci maki kliennya, tiba-tiba melontarkan kata-kata kasar saat diminta klarifikasi lebih lanjut. Ia bahkan mengeluarkan pernyataan bernada mengancam terhadap wartawan melalui sambungan telepon WhatsApp. Niko Kilikily mengarahkan agar membuat berita harus sesuai fakta. Media jangan bikin berita sembarangan jika tidak tahu cerita sebenarnya.
"Saya ini sudah biasa masuk penjara. Kalau kalian macam-macam, saya lapor ke Dewan Pers,” ucapnya. Pernyataannya kemudian berujung pada kalimat bernada ancaman yang diduga melanggar etika komunikasi terhadap wartawan. "Kalian macam-macam saya sembelih, lalu penggal kepala dan bawa ke kantor polisi. Jangan macam-macam sama saya," lagi ancam lelaki sapaan Niko.
Rekaman intimidasi yang berisi ujaran ancaman kekerasan tersebut telah didengar dan disimpan oleh redaksi. Jika pernyataan tersebut benar berasal dari seorang advokat aktif, maka hal ini berpotensi melanggar Kode Etik Advokat Indonesia dan bahkan bisa masuk dalam ranah pidana sesuai dengan KUHP dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ancaman yang disampaikan kepada wartawan juga dapat dikategorikan sebagai tindakan yang menghambat kerja jurnalistik, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Pers. Pasal ini memberikan perlindungan penuh terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya, dan pelanggaran terhadapnya dapat dikenakan sanksi pidana.
Hingga berita ini diturunkan, belum ditemukan bukti legal formal seperti akta jual beli atau putusan pengadilan yang menyatakan kepemilikan aset tersebut berpindah kepada pihak pengacara. Dengan demikian, dugaan penguasaan sepihak masih menjadi pertanyaan hukum yang patut diuji.
Selain itu, Niko yang juga caci maki kliennya itu mencerminkan pentingnya transparansi dalam hubungan klien-pengacara, serta perlunya perlindungan terhadap jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik. Media juga berupaya konfirmasi ke pemilik lahan sapaan Lenny, namun beberapa nomor hp yang didapati ternyata tidak aktif. (tim)
Post a Comment